Analisis Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pembayaran Pajak Penghasilan (Studi Kasus KPP Pratama Malang Selatan)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat penting, artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional serta bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat adalah pajak dengan proentase ± 75% dari APBN. Oleh karena itu, pajak perlu dikelola secara seksama dengan meningkat peran serta seluruh lapisan masyarakat dan dari aparat perpajakan sendiri. Berikut adalah data APBN tahun 2010 dan 2011 :
Table 1.1
APBN
(dalam triliun)

2010 2011
Pendapatan Negara 992,4 1.104,9
> Pen. Perpajakan 743,3 850,3
> Pen. Bukan Pajak 247,2 250,9
> Hibah 1,9 3,7
Belanja Negara 1.126,1 1.229,6
> Belanja Pem. Pusat 781,5 836,6
> Transfer Daerah 344,6 393,0
Pembiayaan 133,7 124,7
> Dalam negeri 133,9 125,3
> Luar Negeri (0,2) (0,6)
Sumber : www.fiskal.depkeu.go.id

Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat. Sistem perpajakan selalu mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai perkembangan masyarakat dan Negara, baik dalam bidang kenegaraan maupun bidang dalam bidang sosial dan ekonomi. Pemungutan pajak merupakan suatu bentuk kewajiban warga Negara selaku Wajib Pajak serta peran aktif untuk membiayai berbagai keperluan Negara yaitu berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan Negara.
Pada tahun 1983 pemerintah Indonesia mengadakan reformasi perpajakan yaitu merubah system pemungutan pajak dari Official Assessment System ke Self Assessment System. Dalam perubahan pemungutan tersebut Negara memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannnya. Perubahan pemungutan tersebut juga diharapkan agar masyarakat ikut berperan serta dalam mewujudkan peningkatan penerimaan pajak setiap tahun.
Diperlukannya pengetahuan yang memadai dalam penerapan Self Assessment System di Indonesia adalah salah satu syarat yang harus dimiliki wajib pajak agar bisa memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui apa saja yang merupakan hak dan kewajiban wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Negara Indonesia adalah Negara yang memiliki penduduk yang cukup banyak dengan berbagai macam profesi atau pekerjaan. Mulai dari yang mempunyai pekerjaan sendiri atau membuka usaha sendiri sampai bekerja kepada orang lain yang disebut dengan wajib pajak orang pribadi. Ada juga sekumpulan orang yang mendirikan suatu usaha untuk memperoleh profit yang disebut wajib pajak badan. Itu semua adalah wajib pajak yang wajib melaksanakan atau memenuhi kewajiban perpajakannya. Khusus orang pribadi penghasilan satu tahun harus melebihi penghasilan tidak kena pajak baru dapat di kenakan pajak.
Dari berbagai macam profesi atau pekerjaan tersebut, dan juga didukung dengan diterapkannya Self Assessment System diharapkan kepatuhan wajib pajak dapat meningkat, sehingga pendapatan pajak ngara dapat meningkat juga. Oleh karena itu agar pendapatan pajak meningkat wajib pajak harus patuh akan kewajibannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16, Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6, Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengukuran kepatuhan wajib pajak dapat di lihat dari kepatuhan :
 Wajib pajak dalam mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
 Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
 Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukkannya sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah disiapkan.
Penelitian mengenai kepatuhan pajak sudah beberapa kali dilakukan dan saat ini sudah mulai berkembang. Ningsih (2007) juga melakukan penelitian tentang Identifikasi Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Kota Malang, dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa tingkat keptuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005 sebesar 47,91% dan pada tahun 2006 menjadi 62,91%. Yulius (2010) melakukan analisa tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap penyampaian SPT di Kota Pontianak tahun 2007-2009 menerangkan bahwa tingkat kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara umum masih sangat rendah, hal ini disebabkan karena masih awamnya Wajib Pajak dalam hal pengetahuan tentang Perpajakan itu sendiri sehingga menimbulkan ketidaktahuan Wajib Pajak akan arti penting pembayaran pajak yang mereka bayar.
Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian terdahulu mempunyai kesamaan dalam hal meneliti tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Selain itu, pajak merupakan materi yang menarik untuk di teliti, karena peraturan pajak berubah-ubah seiring dengan kondisi Negara perlu sekiranya kita untuk mengtahui perubahan apa yang sedang terjadi agar kita dapat mematuhi peraturan tersebut.
Berbagai penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa wajib pajak sangat penting dalam mendukung program pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajaknya. Penerimaan dari sektor pajak mempunyai potensi yang besar yang harus tetap digali karena jumlah wajib pajak yang mendaftar NPWP tidak sesuai dengan jumlah orang atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif menjadi Wajib Pajak. Selain itu, ketidak sesuaian juga terlihat dalam jumlah NPWP dengan jumlah penyetor SPT.
Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidak patuhan secara bersamaan akan menimbulkan upaya menghindarkan pajak yang mengakibatkan berkurangnya dana pajak ke kas negara. Suprapti (1999) mengungkapkan bahwa pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak akan dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement. Perbaikan administrasi perpajakan melalui reformasi perpajakan diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak.
Menurut Suprapti (1999) selama ini masyarakat masih belum memiliki kesadaran untuk memenuhi atau melaksanakan kewajiban perpajakannya, hal tersebut mungkin dikarenakan masyarakat memiliki kekurangan dalam pemahaman pentingnya pajak bagi semua pihak. Mereka menganggap bahwa pajak sebagai sesuatu yang memberatkan karena pajak bisa mengurangi pendapatan. Sehingga pemerintah berupaya terus meningkatkan jumlah wajib pajak dan menekan kepatuhan dalam pembayaran pajak kepada masyarakat untuk menambah penerimaan Negara salah satuya dengan merubah system pemungutan pajak. Oleh karena itu, penulis menetapkan objek penelitian pada KPP Pratama Malang Selatan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak di kota Malang.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar berlakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini perumusan masalah yang diajukan adalah :
a) Bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak jika dilihat dari,
 Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri,
 Kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan kembali SPT,
 Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang,
 Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
3. Batasan Masalah
Pembatasan yang dikemukakan di sini adalah untuk membatasi ruang lingkup penelitian serta mempertimbangkan data yang tersedia maka penulis membatasi penelitian pada tahun 2009-2010.

4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat kepatuhan WP dalam membayar Pajak Penghasilan serta mengetahui faktor dan solusi atau pendapat untuk mengatasi ketidak patuhan WP dalam pembayaran Pajak Penghasilan.

5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sarana informasi bagi Kantor Pelayanan Pajak dalam tinkat penerimaan pajak dan sebagai sarana untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka peningkatan kinerja dan pelayanan pada masa yang akan dating.
2. Sebagai masukan atau referensi bagi penelitian selanjutnya.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Review Penelitian Terdahhulu
Rizki (2006) melakukan penelitian tentang identifikasi kepatuhan wajib pajak dalam membayar PPB pada Dinas Pendapatan Kota Batu, dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2004 sebesar 78,47 % dan pada tahun 2005 menjadi 83,73%. Pada saat menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) juga mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2004 sebesar 39,23% dan pada tahun 2005 sebesar 72,95% sedangkan dalam pembayaran pajak terhutang ditemukan adanya ketidakpatuhan wajib pajak yaitu pada tahun 2004 sebesar 99,88% dan pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 89,79% sedangkan pada saat pembayaran tunggakan mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2004 sebesar 4,89% dan pada tahun 2005 sebesar 6,19%.
Ningsih (2007) juga melakukan penelitian tentang Identifikasi Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Kota Malang, dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa tingkat keptuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005 sebesar 47,91% dan pada tahun 2006 menjadi 62,91%. Pada saat menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) juga mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005 sebesar 47,91% dan pada tahun 2006 sebesar 62,91% sedangkan dalam pembayaran pajak terhutang ditemukan adanya ketidakpatuhan wajib pajak yaitu pada tahun 2005 yaitu sebesar 85,14% dan pada 2006 sebesar 94,19%. Pada saat pembayaran tunggakan mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005 sebesar 15,40% dan pada tahun 2006 sebesar 23,80%. Adapun factor-faktor yang menyebabkan wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya yaitu, pelayanan yang dilakukan kantor pajak atau lembaga lain yang ditunjuk oleh kantor pajak dalam hal pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan kurang memuaskan sehingga wajib pajak malas membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Kurangnya penyuluhan atau terbatasnya informasi masyarakat tentang Pajak Bumi dan Bangunan, dan wajib pajak asli Kota Malang yang berdomisili di Kota Malang sehingga wajib pajak kesulitan membayar Pajak Bumi mdan Bangungan,
Yulius (2010) melakukan analisa tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi terhadap penyampaian SPT di Kota Pontianak tahun 2007-2009 menerangkan bahwa tingkat kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara umum masih sangat rendah, hal ini disebabkan karena masih awamnya Wajib Pajak dalam hal pengetahuan tentang Perpajakan itu sendiri sehingga menimbulkan ketidaktahuan Wajib Pajak akan arti penting pembayaran pajak yang mereka bayar. Hal ini terlihat dalam persentase pelaporan SPT Tahunan mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2008 adalah 43.29% terjadi kenaikan sebesar 15.00% dari 28.29%, sedangkan pada tahun 2009 selisih penurunan sangat signifikan yaitu 18.21% dari 43.29%, dari pelaporan SPT Tahunan tersebut untuk jumlah wajib pajak yang terdaftar mengalami peningkatan yang begitu besar setiap tahunnya.
Dari paparan diatas terlihat jelas bahwa sebenarnya yang menjadi peranan penting dalam peningkatan jumlah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah adalah Kantor Pelayanan Pajak, Kebijakan – kebijakan yang telah di buat oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pontianak ternyata mampu membuat Wajib Pajak tergugah sehingga mereka mau mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ), tetapi dengan banyaknya masyarakat yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP tidak dibarengi dengan jumlah wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuannya ( SPT ), sehingga ini menjadi suatu pekerjaan rumah bagi Kantor Pelayanan Pajak Pontianak untuk lebih meningkatkan kualitas kerja.
Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian terdahulu mempunyai kesamaan dalam hal meneliti tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Dan perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah penulis meneliti tentang keptuhan wajib pajak dalam menbayar pajak penghasilan di tahun 2009–2010.

2. Tinjauan Pustaka
a. Pengertian Pajak
Definisi pajak yang terkenal dalam dunia akademik dikemukakan oleh Soemitro (2007) yaitu :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi di atas terlihat bahwa pajak harus berdasarkan Undang-undang yang disusun dan dibahas bersama antara pemerintah dan DPR sehingga pajak merupakan ketentuan berdasarkan kehendak rakyat, bukan kehendak penguasa semata. Pembayar pajak tidak akan mendapat imbalan langsung. Manfaat dari pajak akan dirasakan oleh seluruh masyarakat baik yang membayar pajak maupun yang tidak membayar pajak.
Undang-undang perpajakan sendiri tidak memberikan definisi pajak sampai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Pada Undang-undang inilah definisi pajak dicantumkan. Adapun definisi pajak menurut Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi versi UU KUP ini hampir sama dengan definisi Soemitro. Kata-kata “iuran” diganti dengan kata “kontribusi” yang nadanya lebih bersifat positif karena mengandung makna partisipasi masyarakat. Kemudian ada tambahan “bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat” yang membuat kata pajak lebih bernilai positif karena untuk tujuan kemakmuran rakyat melalui penyediaan barang dan jasa publik seperti pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan, jalan raya, dan fasilitas umum lainnya.


b. Fungsi Pajak
Sebenarnya, dari definisi pajak di atas sudah tergambarkan fungsi dari pajak yaitu untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa publik. Namun demikian, dalam literatur-literatur perpajakan, dikenal dua macam fungsi pajak yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (regulair).
Fungsi penerimaan adalah fungsi utama pajak. Pajak ditarik terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar 75% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Dua pajak penyumbang penerimaan terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, dua jenis pajak ini lebih memiliki fungsi penerimaan (budgetair) ketimbang fungsi mengatur.
Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga memiliki fungsi mengatur. Dalam fungsi ini, pajak mengarahkan perilaku sekelompok warga negara agar bertindak sesuai yang diinginkan. Contoh, agar masyarakat tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, maka terhadap jenis barang seperti ini dikenakan PPnBM yang tinggi. Jenis pajak yang biasanya digunakan sebagai instrumen mengatur ini adalah Pajak Ekspor, Bea Masuk dan PPnBM.
Kalau ditelusuri lebih jauh, ada satu lagi fungsi pajak yang harus kita catat. Fungsi tersebut adalah fungsi distribusi kekayaan di mana kelompok yang lebih mampu akan membayar pajak lebih banyak sementara kelompok yang kurang mampu akan mendapatkan manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pajak yang dia bayar. Bahkan untuk kelompok tertentu, seperti penerima BLT, penerima subsidi BBM, dan penerima subsidi pupuk, mungkin dia tidak membayar pajak tapi dia mendapatkan manfaat langsung dari pajak. Dan memang karena alasan itulah adanya pajak. Saya lebih senang menyebut fungsi ini sebagai fungsi sosial pajak.



c. Jenis Pajak
Menurut resmi (2007), di Indonesia pajak dikelompokkan menurut beberapa kategori, yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutannya.
1) Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wjib Pajak dan tidak dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
2) Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang penggenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan pada objeknya baik pada berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan subjek pajak maupun tempat tinggal.
3) Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tanggan daerah masing-masing.

d. Sistem Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Menurut Setyawan dan Suprapti (2004) System pemungutan pajak ada tiga :
1) Official assessment system (Sistem Perhitungan Pajak oleh Negara)
Sistem ini memberikan wewenang kepada Negara (pemungut pajak/fiskus) untuk melakukan perhitungan besarnya pajak yang terutangoleh rakyat.
2) Self assessment system (Sistem Perhitungan oleh Negara)
System ini mrmberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang atau yang harus dibayar.
3) With Holding Sistem (Sistem perhitungan Pajak oleh Lembaga yang Ditunjuk Oleh Negara)
Sistem ini memberikan wewenang kepada pihak ketiga (Lembaga pemungut pajak) untuk menghitung, menetapkan dan memungut pajak yang terutang.
e. Wajib Pajak (WP)
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemungut pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebagaimana telah diketahui banyak Wajib Pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu ada beberapa istilah seperti Wajib Pajak Efektif dan Wajib Pajak Non Efektif. Adapun pengertian Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya, berupa memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan atau Tahunan sebagaimana mestinya. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Surat Edaran SE-01/PJ.9/20 tentang Pengawasan Penyampaian SPT Tahunan disebutkan bahwa Jumlah Wajib Pajak efektif adalah selisih antara jumlah Wajib Pajak terdaftar dengan jumlah Wajib Pajak non efektif.
Kewajiban WP menurut undang-undang no 16 tahun 2000 adalah :
1) Mendaftarkan diri dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila belum mempunyai NPWP.
2) Mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan (SPT) dan blangko perpajakan lainnya di tempat-tempat yang ditentukan oleh DJP.
3) Mengisi dengan lengkap, jelas dan benar dan menandatangani sendiri SPT dan kemudian mengembalikan SPT itu kepada kantor inspeksi pajak dilengkapi dengan lampiran-lampiran.
4) Melakukan pelunasan dan melakukan pembayaran pajak yang ditentukan oleh Undang-Undang.
5) Menghitung sendiri, menetapkan besarnya jumlah dan membayar pajak dalam tahun yang sedang berjalan, sesuai dengan pajak dari tahun terakhir atau sesuai dengan SKP yang dikeluarkan oleh DJP.
6) Menghitung dan menetapkan sendiri pajak yang terutang menurut cara yang ditentukan.
7) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan-pencatatan.
8) Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak, Wajib Pajak wajib:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
9) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Hak-hak Wajib Pajak:
1) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
2) Mengajukan permohonan dan penundaan penyampaian SPT.
3) Melakukan pembetulan sendiri SPT yang telah dimasukkan ke KPP.
4) Mengajukan permohonan penundaan dan pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya.
5) Mengajukan permohonan perhitungan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak serta berhak memperoleh kepastian terbitnya surat keputusan kelebihan pembayaran pajak, surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6) Mendapatkan kepastian batas ketetapan pajak yang terutang dan penerbitan Surat Pemberitaan.
7) Mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan.
8) Mengajukan surat keberatan dan mohon kepastian terbitnya surat keputusan atas surat keberatannya.
9) Mengajukan permohonan banding atas surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh DJP.
10) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.
11) Memberikan kuasa khusus kepada orang yang dipercaya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.
f. Pajak Penghasilan (PPh)
1) Pengertian PPh
Menurut Suandy (2000), pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan karena ada subjek pajak yang telah memenuhi kruteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sedangkan menurut Mardiasmo (2003), pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam suatu tahun pajak
Dari pengertia diatas dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap setiap penghasilan atau tambahan ekonomis terhadap subjek pajak yang memenuhi criteria. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka tidak dapat dikenakan pajak penghasilan.

2) Subjek PPh
Setyawan dan Suprapti (2004) mengungkapkan bahwa subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menanggung pajak penghasilan sesuai peratuan perundangan perpajakan yang berlaku. Dalam undang-undang pajak penghasila, subjek pajak penghasilan yaitu:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak yaitu ahli waris.
c. Badan, terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMD/BUMN dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, dan lembaga dengan nama dan bentuk apapun.
d. Badan Usaha Tetap (BUT)
Yang dimaksud BUT adalah betuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berkedudukan di Indonesia.


g. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
1. Pengertian NPWP
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang KUP (Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP ) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam terminologi Pajak Penghasilan, seseorang atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif akan menjadi Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif ini wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP ). Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, seseorang memenuhi syarat subjektif jika orang tersebut berada atau bertempat tinggal di Indonesia melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Syarat objektif terpenuhi jika orang tersebut mendapatkan atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP dalam satu tahun pajak.

2. Penerbitan NPWP Secara Jabatan
Sesuai dengan ketentuan di atas, pada prinsipnya seseorang yang telah memenuhi syarat wajib mendaftarkan diri sesuai dengan sistem Self Assesment . Namun demikian, untuk menjamin dipatuhinya ketentuan ini, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri secara sukarela.
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Jangka Waktu Pendaftaran NPWP
Jangka waktu pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diatur sebagai berikut :
1) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan .
2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya.

4. Tempat Pendaftaran NPWP
Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak atau ke Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Misalnya seseorang yang tinggal di Pasar Minggu maka dia mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu karena KPP ini wilayah kerjanya meliputi kecamatan Pasar Minggu. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di beberapa tempat atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan tempat tinggal, selain mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

5. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan dalam hal diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh :
1) Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
2) Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha;
3) Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
4) Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
Penghapusan NPWP juga dilakukan jika dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi antara lain karena:
1) Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau
2) Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan.
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan Nomor Pokok Wajib pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu 6 bulan atau 12 bulan tersebut berakhir.
Dasar Hukum :
1) Pasal 2 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
2) Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.03/2008 tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak tanggal 6 Pebruari 2008.

h. Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Pengertian SPT
Pengertian SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) menurut Undang-Undang no 16 tahun 2000 Pasal 1 poin 10 yaitu surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Fungsi SPT
Adapun fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) dapat dilihat dari subjek pajaknya yaitu wajib pajak pribadi, pengusaha kena pajak atau pemotong / pemungut pajak, antara lain:
1) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi wajib pajak penghasilan
• Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan pajak yang sebenarnya terutang.
• Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
• Melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain satu masa pajak, sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
2) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pengusaha kena pajak
• Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang.
• Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
• Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3) Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) bagi pemotong atau pemungut pajak
Fungsi SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) ini adalah sebagai sarana melapor dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau disetor.

i. Kepatuhan Perpajakan
Ismawan (2001:82) mengemukakan prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela. Kepatuhan sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut.
Kepatuhan perpajakan yang dikemukakan oleh Norman D. Nowak sebagai ”suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan tercermin dalam situasi (Devano, 2006:110) sebagai berikut :
1) Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
3) Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
4) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Kepatuhan sebagai fondasi self assessment dapat dicapai apabila elemen- elemen kunci telah diterapkan secara efektif. Elemen- elemen kunci (Ismawan, 2001:83) tersebut adalah sebagai berikut :
1) Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak.
2) Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak.
3) Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif.
4) Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil.
Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang perpajakan. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang- undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, wajib pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.
2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
4) Dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diadit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d di atas.




3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Gambar 3.1


C. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian
Penelitian Dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan yang berlokasi di Jl. Merdeka Utara No. 3. Penulis memilih KPP Pratama Malang Selatan karena ingin mengetahui sejauh mana kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Malang Selatan.

2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah studi kasus bersifat deskriptif, yaitu penelitian atau pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang akan diteliti.

3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang dapat diukur. Dalam penelitian ini, data yang ada diukur dari jumlah NPWP yang terdaftar, jumlah SPt yang masuk tepat waktu, pembayaran PPh yang tepat waktu, dan jumlah penerimaan PPh.
b. Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data internal. Data ini diperoleh langsung dari di KPP Pratama Malang Selatan. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan skunder. Sumber data primer adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Sumber data skunder adalah sumber data yang sudah ada dan tinggal mendokumentasi saja.

4. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Survey
Peneliti akan melakukan pengamatan langsung ke obyek penelitian untuk mendapatkan dan mencatat dat yang diperlukan, yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak.
2. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan dengan cara menyalin laporan, data maupun catatan yang berkaitan dengan pendaftar NPWP, pelaporan SPT Tahunan, SPT Masa dan penerimaan Pajak dan data-data lain yang diperlukan dalam penelitian ini.

5. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak di KPP Pratama Malang Selatan.

6. Analisis Data
a. Menganalisis variable NPWP dilihat dari jumlah pendaftar sesuai dengan orang atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif akan menjadi Wajib Pajak
b. Menganalisis Variabel SPT yang masuk tepat waktu dilihat dari jumlah SPT yang masuk ke KPP Pratama Malang Selatan sesuai dengan waktu yang ditentukan yaitu diterima selambat-lambatnya tanggal 20. Jumlah SPT yang masuk yang tepat waktu diperoleh dari jumlah SPt yang diterima selambat-lambatnya tanggal 20
c. Menganalisis Variabel pembayaran PPh yang tepat waktu dilihat dari jumlah pembayaran atau penyetoran angsuran PPh selambat-lambatnya tanggal 15. Jumlah pembayaran PPh yang diperoleh dari data Pembayaran PPh yang dibayar selambat-lambatnya tanggal 15.
d. Menganalisis Variabel penerimaan PPh dilihat dari jumlah penerimaan PPh setiap bulan, tanpa mellihat pembayaran dan pelaporan pajak tersebut tepat waktu atau tidak. Data penerimaan PPh yang diperoleh berupa Penerimaan KPP Pratama Malang Selatan.